BERAMALLAH sebanyak mungkin, dan pilihlah amal yang dapat kamu kerjakan secara berkesinambungan (mudâwamah). Jangan remehkan satu amal pun yang pernah kau kerjakan. Sebab, setelah Imam Ghazâlî wafat, seseorang bermimpi bertemu dengannya dan bertanya, “Bagaimana Allâh memperlakukanmu?”.
“DIA mengampuniku,” jawab Imam Ghazâlî.
“Amal apa yang menyebabkan Allâh mengampunimu?”
“Suatu hari, ketika aku sedang menulis, tiba-tiba seekor lalat hinggap di penaku. Kubiarkan ia minum tinta itu hingga puas.”
Ketahuilah, amal yang bernilai tinggi adalah amal yang dianggap kecil dan dipandang remeh oleh nafsu. Adapun amal yang dipandang mulia dan bernilai oleh nafsu, pahalanya dapat sirna, baik karena pelakunya, amalnya itu sendiri ataupun karena orang lain yang berada di sekitarnya.
»» BACA SELENGKAPNYA...
Senin, 08 Oktober 2012
Memandang Sisi Yang Baik
Oleh: Habib Hasan bin Shaleh Al-Bahr Al-Jufri
Seorang hamba dituntut untuk meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat kebaikan-kebaikan para makhluk-Nya, juga agar dapat menutupi aib-aib mereka.
Jika ia telah menyaksikan kebaikan-kebaikan mereka, maka ia akan berprasangka baik (husnuddhon) kepada mereka. Jika ternyata ia belum melaksanakan kebajikan yang telah mereka lakukan , maka hendaknya ia berusaha dengan sungguh-sungguh, dan bertawajjuh kepada Allah agar Ia menganugerahkan kebaikan-kebaikan itu kepadanya, karena ia tidak akan memperoleh apa pun kecuali dengan pertolongan Tuhannya. Dengan berbuat demikian, Allah akan memudahkan dan menyampaikannya pada kebaikan tersebut. Karena barang siapa memohon pertolongan kepada Allah,niscaya ia akan diberi petunjuk ke jalan yang lurus.
"Kalian semua sesat kecuali yang telah Kuberi petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, nanti Aku akan memberi petunjuk kepada." (HR Muslim, Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad, baihaqi dan Darimi)
Jika kebaikan yang ia miliki ternyata lebih baik dan lebih sempurna, maka hendaknya ia meminta agar Allah menambah kebaikannya, bersyukur atas taufik yang diberikan Allah kepadanya, dan bersyukur karena Allah telah mengkhususkannya untuk memperoleh kebaikan itu. Jika ia berbuat demikian, ia akan memperoleh kebaikan tambahan.
Jangan sampai kebaikan itu membuatnya merasa ujub (berbangga diri). Jangan sampai ia memandang dirinya lebih baik dari yang lain, jangan sampai karunia yang diberikan Allah kepadanya menimbulkan perasaan sombong. Karena, sesungguhnya dirinya dan juga orang lain berada dalam tawanan kekuasaan dan kehendak Allah. Ia seharusnya merasa takut jika suatu waktu Allah mencabut kebaikan-kebaikannya kemudian memberikannya kepada orang-orang lain, dan sebagai gantinya, ia melaksanakan keburukan-keburukan
mereka.
Jika Allah menunjukkan keburukan seseorang, maka ia dituntut untuk berakhlak dengan akhlak Tuhannya Yang Maha Pengasih, yakni mengasihi mereka dan menutupi aib-aibnya. Karena sesungguhnya keburukan yang Allah tampakkan adalah rahasia yang dipercayakan Allah kepadanya dengan tujuan agar ia dapat menyimpan rahasia itu, kemudian dengan penuh kasih sayang dan lemah lembut memberikan nasihat kepada orang itu, atau melalui sindiran, atau dengan cara lain yang baik sebagaimana teguran Rasulullah SAW kepada para sahabatnya:
“Mengapa sekelompok orang berbuat demikian, hendaknya mereka menghentikan perbuatannya.” (C:13)
(Salatnya Para Wali, Nûrun Lil Qulûb Yudhî`, Putera Riyadi)
»» BACA SELENGKAPNYA...
BUMI
Oleh: Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi
“Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya.” (QS Ar-Rahman 55:10)
Allah telah menciptakan bumi dalam wujud yang paling baik dan paling mudah untuk dikelola. Dia tidak menjadikannya sangat keras sehingga melukai orang yang duduk atau berbaring diatasnya; sehingga sulit dimanfaatkan untuk pertanian atau perkebunan; sehingga sulit digali untuk liang kubur bagi yang meninggal dunia, dll.
Allah juga tidak menjadikan bumi sangat lembut sehingga tidak ada sesuatu pun yang dapat diletakkan dengan kokoh di atasnya, misalnya: rumah, dan berbagai barang berat lainnya. Bumi yang terlalu lembut membuat kaki terasa berat untuk dilangkahkan di atasnya. Jika seluruh permukaan bumi sangat keras atau sangat lunak, maka akan sulit dimanfaatkan oleh manusia.
Oleh karena itu, Allah menjadikan bumi bersifat tengah-tengah, tidak keras dan tidak terlalu lembut, ada yang tinggi, ada yang landai, ada pula yang berlembah. Ada yang cocok untuk suatu jenis tanaman tertentu, ada yang cocok untuk jenis tanaman yang lain. Demikianlah bumi itu diciptakan agar manusia dapat memanfaatkannya dengan sempurna.
Bumi ini bak seorang ibu yang sangat kasih dan sayang kepada anaknya. Ia menyediakan makanan, minuman, pakaian, bahkan tempat berteduh. Dan, memang sebenarnyalah bumi adalah ibu kita, karena darinyalah manusia diciptakan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menciptakan kamu.” (QS Thaha 20:55)
Bumi adalah kasur dan hamparan bagi yang masih hidup maupun telah meninggal dunia. Ia adalah tempat sujud bagi yang salat dan penyuci bagi yang ingin mengangkat hadas. Sesungguhnya manfaat bumi masih banyak dan tak terhitung jumlahnya.
(Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi, ‘Iqdul Yawâqîtul Jauhariyyah, Putera Riyadi)
Catatan:
Kita juga menyebut bumi ibu pertiwi.
Kaum environmentalist menamakan bumi mother earth.
»» BACA SELENGKAPNYA...
Langganan:
Postingan (Atom)